MOROWALI, Satunurani.com – Senin, (07/08/2023). Berjalan kurang lebih tujuh bulan, harapan warga Desa Parilangke, Kecamatan Bumi Raya, yang merupakan nelayan budidaya rumput laut, akhirnya direalisasikan oleh pihak perusahaan PT Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG).
Para nelayan budidaya rumput laut mendapatkan biaya ganti rugi dengan jumlah total yang dibayarkan adalah lebih dari 5 milyar rupiah.
Namun dibalik pembayaran itu, ternyata terdapat permasalahan yang cukup mengejutkan, dimana kelompok nelayan budidaya rumput laut mengeluhkan adanya pemotongan dana dari pihak Desa, sehingga keberatan pun dilayangkan dan berujung menjadi laporan Polisi di Polres Morowali.
Kepala Desa Parilangke, Rastan, kepada media ini beberapa waktu lalu membenarkan adanya pemotongan tersebut, namun hal itu dilakukan atas dasar persetujuan masyarakat sendiri yang dibuktikan dengan berita acara, dan juga ditandatangani oleh warga saat awal-awal melakukan penuntutan kepada pihak perusahaan.
“Kalau pemotongan memang ada, akan tetapi itu dilakukan atas persetujuan masyarakat itu sendiri yang dibuktikan dengan berita acara hasil rapat dan ditandatangani oleh peserta rapat saat itu,” ungkap Rastan.
Dikatakannya, persetujuan pemotongan 10 persen yang disepakati dilakukan jauh hari sebelum adanya penetapan nilai ganti rugi, yang dananya digunakan untuk biaya operasional pengurus.
“Persetujuan pemotongan itu juga dilakukan jauh sebelum adanya penetapan nilai ganti rugi yang disepakati oleh masyarakat dengan pihak perusahaan, itupun digunakan untuk biaya operasional orang-orang yang mengurus segala sesuatunya, dan kalau dikatakan ada untuk diberikan kepada oknum, lembaga, atau institusi tertentu, sampai saat ini pun kami belum pernah melakukannya,” jelas Rastan.
Terpisah, Kapolres Morowali, AKBP Suprianto yang dikonfirmasi beberapa hari lalu menegaskan, pihaknya akan melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut.
“Kalau masalah pemotongan dana, kami masih mendalami melalui pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik, karena masalah tersebut sudah dilaporkan secara resmi ke kami, namun terkait informasi yang menyatakan bahwa Kepolisian menerima bagian dari pemotongan itu, saya selaku Kapolres memastikan bahwa tidak ada pemotongan untuk Kepolisian,” tegasnya.
Anggota Komisi II yang juga Ketua Fraksi Bintang Persatuan DPRD Morowali, Putra Bonewa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) baru-baru ini, meminta agar masalah itu segera diselesaikan karena nama lembaga DPRD juga ikut terbawa-bawa.
“Kami ini tidak tau kemana saja dana itu mengalir, tiba-tiba nama lembaga terbawa-bawa, kami tentunya berharap agar masalah ini segera diselesaikan dan tidak menyebut nama lembaga jika itu tidak benar, apalagi ini sudah masuk ke ranah hukum,” ujar Putra Bonewa.
Sementara, salah seorang warga lainnya, yang juga merupakan Imam Masjid di Desa Parilangke, Amir Lajambu mengungkapkan bahwa pemotongan yang dilakukan sudah disepakati oleh penerima ganti rugi termasuk dirinya.
“Dari awal kami sudah bersepakat dilakukan pemotongan 10 persen untuk biaya operasional para pengurus, waktu itu belum ada penetapan nilai ganti rugi, nanti akhir-akhir ini baru ada keributan, seharusnya kita bersyukur masih dapat ganti rugi, saya berharap masalah ini tidak usah terlalu diperpanjang dan kita kembali saling mengerti satu sama lain,” ungkap Amir.
Sedangkan Samirudin, yang juga merupakan salah satu penerima dana ganti rugi mengatakan, dirinya sudah menerima hasil kesepakatan awal berupa konsekuensi pemotongan 10 persen, namun beberapa hari setelah menerima, ada orang yang meminta tandatangan di kertas kosong.
Kertas kosong tersebut kata Samirudin, disampaikan sebagai daftar untuk menerima bantuan, namun ternyata belakangan disinyalir digunakan untuk dukungan keberatan atas pemotongan 10 persen yang telah disepakati.
“Kira-kira satu minggu setelah terima ganti rugi, ada yang datang bawakan kertas kosong untuk ditandatangani, katanya untuk terima bantuan, tapi ternyata mungkin digunakan sebagai dukungan atas keberatan pemotongan 10 persen,” ungkapnya. (Bams Ari)